
Novel Kebangkitan Harvey York Bab 2529 – 2530 dalam bahasa Indonesia. Menyadur novel serial berbahasa China dengan judul “Menantu Agung Ye Hao“.
Harvey York’s Rise to Power Chapter / Kekuatan Harvey York untuk Bangkit Bab 2529 – 2530.
Bab 2529
Leslie berkata dengan nada memohon, “Dokter, Tuan York ini temanku. Mohon sedikit kelonggaran, ya?”
“Bisakah Anda memberi sedikit kelonggaran untuk hal seperti ini?”
Dokter forensik wanita itu hanya mendengus pelan, sinis. Sorot matanya dingin, seolah permintaan Leslie hanyalah gangguan semata.
Namun, setelah beberapa detik keheningan, tatapannya tertumbuk pada tanda nama yang tergantung di dada Leslie. Ia membeku sejenak, lalu suaranya melembut, meski masih mengandung nada formal.
“Jadi ternyata Anda, Nona Clarke…”
Namun ia cepat menegaskan kembali posisinya. “Meski begitu, kamu tetap tidak boleh melanggar aturan.”
Dia menambahkan, “Bukan tidak mungkin Tuan York diizinkan masuk. Tapi dia harus keluar dulu, mendaftar, dan membuat catatan resmi sebelum bisa masuk ke sini.”
Harvey sempat menyipitkan matanya, tapi sesaat kemudian ia tersenyum tenang. “Tidak masalah,” katanya ringan. “Kalau begitu, aku akan segera mengurusnya. Di mana letak kantor pendaftarannya?”
Dokter wanita itu melangkah keluar ruangan, menunjuk ke arah koridor yang terang.
“Di ujung sana ada ruang pendaftaran. Di atas pintunya ada tanda. Petugas yang berjaga di sana bernama Shaun Sorell. Langsung saja daftarkan diri padanya.”
“Terima kasih, Dokter,” ucap Harvey seraya mengangguk sopan. Ia lalu berbalik, meninggalkan ruangan dan melangkah di lorong yang sepi.
Begitu Harvey menghilang dari pandangan, dokter forensik wanita itu perlahan menoleh ke arah dua inspektur yang masih berdiri diam di tempat.
Tiba-tiba, ia mengerang pelan, “Aduh!”
Tubuhnya sedikit membungkuk, satu tangannya refleks mengarah ke pergelangan kaki seolah kesakitan. Lengannya yang ramping dan kulit bening di balik lengan baju pelindung membuat kedua inspektur tanpa sadar menurunkan pandangan mereka.
Swish, swish, swish!
Dalam sekejap, saat perhatian mereka teralihkan, sang dokter forensik mengangkat tangannya dan dari lengan bajunya menyembur asap putih yang memekakkan indera.
Kedua inspektur itu tak sempat bereaksi. Tubuh mereka seketika lunglai dan terjerembab ke lantai tanpa suara.
Mendengar suara tubuh yang jatuh, Leslie yang tengah bersiap memeriksa mayat kembali menoleh. Matanya membelalak, raut wajahnya berubah tajam dalam sekejap.
“Siapa kamu?” serunya.
“Aku bahkan tidak mengenalmu. Antara kita tak ada dendam. Jadi apa maksud semua ini?”
“Siapa yang menyuruhmu datang?”
Leslie sontak mencoba meraih senjata api genggam di pinggangnya. Namun pakaian pelindung yang ia kenakan menghambat gerak cepatnya. Tangannya tersangkut, jari-jarinya tak bisa meraih senjata itu dengan sigap.
Dokter forensik wanita itu menutup pintu dengan punggung tangannya, matanya menyipit, senyumnya muncul perlahan—tipis namun mengancam.
“Tenanglah, Nona Clarke. Anda adalah putri Gubernur Hong Kong, saya tidak akan menyentuh sehelai rambut Anda.”
“Lagipula, kalau kamu sampai mati di sini, saya sendiri yang akan celaka.”
“Aku hanya butuh kamu untuk sedikit bekerja sama. Jadilah alat tawar-menawarku, itu saja.”
Nadanya tetap tenang, tapi setiap katanya seperti pisau dingin yang menembus kulit.
“Jangan salahkan aku. Salahkan Harvey York. Dia yang membunuh saudaraku.”
“Saudaramu?!” Leslie terperanjat, matanya menatap mayat yang terbujur di depannya.
“Jangan bilang… kamu saudara perempuan Naoto Takei?”
Wanita itu tersenyum, namun senyum itu dibayangi kepedihan yang dalam. “Benar. Saya Rumiko Takei.”
“Aku membesarkan Naoto dengan seluruh jiwaku. Dia adalah adikku, darah dagingku. Dan sekarang… dia tewas di negeri asing, di tangan pria itu.”
“Sebagai kakaknya, bagaimana mungkin aku hanya diam dan membiarkannya pergi begitu saja?”
“Jika kami tak membunuh pembunuhnya, bagaimana kami bisa menenangkan arwahnya di alam baka?”
“Bagaimana kami bisa membersihkan nama keluarga Takei yang ternoda?”
Leslie perlahan melangkah mundur, matanya tak pernah lepas dari wajah wanita di depannya. “Kalau kamu memang ingin membunuh Harvey,” ucapnya tajam, “Mengapa tidak lakukan sekarang saja?”
“Mengapa harus repot-repot membawanya pergi, lalu datang ke sini dan berurusan denganku?”
“Di mana semangat Bushido kalian? Di mana kehormatan yang selalu kalian banggakan dari negara kepulauan?”
“Jangan bilang… kamu ingin memanfaatkanku untuk menjebak Harvey?”
Wajah Leslie dipenuhi amarah. “Kalian keluarga Takei… kalian orang-orang dari Shinkage… sangat tak tahu malu!”
Namun Rumiko tidak terpancing. Ia menatap Leslie dengan dingin, suaranya rendah namun menusuk.
“Jika aku bisa membalas dendam untuk saudaraku dengan cara termurah, membuat si pembunuh berlutut dan menangis di depan mayat adikku…”
“Lalu mengapa aku harus menolak menjadi sedikit kejam?”
Bab 2530
“Dan jangan khawatir, aku tidak akan mempersulitmu.”
Nada suaranya terdengar ringan, namun mengandung ancaman samar yang membuat udara di ruangan terasa lebih dingin.
“Tuan Muda York sudah memperingatkan kami,” lanjutnya, “meskipun Keluarga Clarke dan Harvey telah menjalin aliansi ofensif dan defensif…”
Dia mengangkat bahu seolah tak ingin terlalu terlibat, lalu menatap Leslie dengan tatapan yang sulit dibaca.
“Namun demi menghormati Tuan Muda York, kami hanya bisa menjadikanmu sebagai sandera. Tapi tenang saja, kami tak akan menyakitimu sedikit pun.”
Dia melangkah perlahan, penuh perhitungan, lalu menyipitkan mata.
“Jadi, akan lebih baik jika kamu bekerja sama dan tidak mencoba melawan.”
Ia tersenyum miring, tatapannya menusuk seperti belati.
“Kalau tidak… kalau aku tidak sengaja menggores wajah cantikmu, ya, aku minta maaf.”
Belum sempat Leslie merespons, Rumiko Takei telah menghunus pedang Jepang bergagang pendek dari balik jubahnya. Sorot matanya kosong, dingin, seolah tak mengenal belas kasihan.
Ia bersiap menyergap Leslie lebih dulu, menggunakannya sebagai alat tawar untuk menekan Harvey York.
Shua!!
Namun, sebelum ia bisa bergerak lebih jauh, sosok tak dikenal tiba-tiba berguling keluar dari kolong ranjang mayat tempat jenazah Naoto Takei dibaringkan. Gerakannya cepat, seperti bayangan. Dalam satu hentakan tajam, sebilah pisau meluncur lurus ke perut Rumiko.
Engah!
Desahan kaget disertai semburan darah menyertai tubuh Rumiko yang terhuyung ke belakang. Dia mundur secara refleks, wajahnya pucat karena syok dan rasa sakit yang merayap cepat ke seluruh tubuhnya.
Dia tidak pernah menyangka bahwa ada orang ketiga yang bersembunyi di ruangan itu.
Tidak ada waktu untuk berpikir, menyesal, apalagi bertanya. Yang terpikir olehnya saat itu hanyalah: lari.
Namun langkahnya belum jauh.
Plaak!
Sebuah tamparan keras mendarat di pipinya saat ia mencapai ambang pintu kamar mayat. Sosok yang tiba-tiba muncul itu menatapnya dingin sebelum memberikan tamparan yang membuat kepala Rumiko terpental ke samping.
Pipinya langsung membengkak dan memerah. Tubuhnya terpental ke belakang, menghantam rangka besi di sudut ruangan. Ia mencoba bangkit, tapi tubuhnya terasa lumpuh.
Energi asing yang menakutkan seakan mengamuk dalam nadinya, membuat setiap ujung sarafnya terasa terbakar.
Dan di balik pintu, Harvey York melangkah masuk dengan sorot mata datar dan sikap santai yang membuat suasana makin menegangkan. Ia menatap Rumiko dari ujung kepala hingga kaki, lalu menyunggingkan senyum kecil.
“Nona Takei, ck, ck, ck… apa kalian kekurangan tenaga di keluarga Takei?”
“Sampai-sampai harus melakukan pembunuhan sendiri?”
Ia menggelengkan kepala pelan, seolah kecewa, tapi tetap santai.
“Kalau memang tidak punya uang, bilang saja. Aku bisa bantu bayar dan carikan beberapa pembunuh profesional dari daftar yang ada.”
“Daripada begini, kalau sampai orang-orang tahu bahwa keluarga Takei berencana membunuhku tapi pelit soal biaya, bukankah itu sangat memalukan?”
“Apakah aku, Harvey York, harus kehilangan harga diri karena ulah kalian?”
Ucapannya ringan, tapi terasa seperti jarum yang menusuk dalam-dalam.
Sambil berbicara, Harvey meraih masker medis yang menutupi wajah Rumiko dan menariknya perlahan. Wajah di balik masker itu cantik, dan sekilas memiliki kemiripan yang jelas—sekitar enam puluh persen—dengan mendiang Naoto Takei.
Rumiko menyipitkan mata, napasnya tercekat.
“Bagaimana kamu tahu aku akan menangkap Leslie?” tanyanya dengan suara serak, nyaris menggeram.
Wajahnya menunjukkan penyesalan dan kebingungan, seolah ia benar-benar tidak bisa memahami apa yang baru saja terjadi.
“Itu semua hanya… ide spontan saya!”
Rumiko tidak memahami bagaimana ia bisa ketahuan. Semuanya telah runtuh hanya dalam hitungan menit.
Ia tidak pernah menyangka penyergapan secepat ini.
Harvey menatap wajah Rumiko yang dipenuhi penyesalan dan kemarahan, lalu tersenyum ringan.
“Kamu tak menggunakan otakmu sebelum bertindak?”
“Siapa Gubernur Clarke itu?”
“Kalau dia sudah bersekutu denganku, bagaimana mungkin dia tidak tahu bahwa putri kesayangannya adalah titik terlemahnya?”
“Bagaimana dia bisa tidur nyenyak tanpa memastikan ada pengawal terkuat dari Keluarga Clarke yang mengawasi Leslie dari balik bayangan?”
Kalimat Harvey begitu tenang, tapi terukir tajam di udara seperti bilah pedang dingin.
Leslie, yang sejak tadi diam, mulai memahami bahwa semua yang terjadi hari ini bukanlah kebetulan. Harvey telah membaca permainan sejak awal. Bahkan pengaturan rahasia ayahnya pun bisa ia manfaatkan dengan lihai.
Tak heran jika Vince dan yang lainnya selalu kalah di tangan Harvey. Lelaki ini bukan sekadar licik—dia adalah pemain utama dalam permainan yang mereka anggap telah mereka kuasai.
Rumiko masih belum menyerah.
“Bahkan jika Keluarga Clarke telah mengirim pengawal terbaik untuk melindungi Leslie, bagaimana kamu tahu bahwa sesuatu yang tidak beres?”
“Dan bagaimana kamu bisa muncul secepat ini?”
Wajah Rumiko tampak penuh ketidakpercayaan. Baginya, Harvey muncul terlalu tepat waktu. Terlalu sempurna. Seolah dia sudah tahu segalanya.
“Apakah kalian orang Jepang tak pernah menggunakan otak saat menyusun rencana?” Harvey menghela napas panjang, seolah kecewa.
“Kematian Naoto Takei terlalu bersih, terlalu rapi. Itu sudah cukup memberiku tanda bahwa ada yang sedang menjebakku.”
“Perjalanan saya ke rumah sakit juga tadi lancar. Terlalu lancar.”
“Menurutmu, itu normal?”
“Jadi, saat saya menginjakkan kaki di lantai ini, saya sangat yakin bahwa seseorang berencana menjebak saya dan menggunakan Leslie sebagai umpannya.”
Semoga terhibur dengan cerita Novel Harvey York dan Mandy Zimmer (Ye Hao dan Zheng Man’er) Bab 2529 – 2530 gratis online.
Harvey York’s Rise to Power / The Supreme Harvey York / Kekuatan Harvey York untuk Bangkit Chapter bab 2529 – 2530.
Leave a Reply