Kebangkitan Harvey York Bab 2441 – 2442

Novel Rise to Power The Supreme Kekuatan Harvey York untuk Bangkit Bahasa Indonesia Lengkap.webp

Novel Kebangkitan Harvey York Bab 2441 – 2442 dalam bahasa Indonesia. Menyadur novel serial berbahasa China dengan judul “Menantu Agung Ye Hao“.

Harvey York’s Rise to Power Chapter / Kekuatan Harvey York untuk Bangkit Bab 2441 – 2442.


Bab 2441

Saat berikutnya, terdengar suara tamparan yang tajam dan menggema di udara.

Di bawah sorotan mata puluhan pasang mata yang terpana, Aki Kitagawa menerima tamparan keras dari Harvey.

Kekuatan yang selama ini dibanggakan dengan segala keangkuhan dan kecongkakannya, runtuh seketika, tak ubahnya buih dihempas gelombang.

Jurus ‘Tebasan Angin Puyuh’ dan semangat Bushido yang selama ini dielu-elukan pun seakan tak berarti, hancur tak bersisa di hadapan satu tamparan Harvey yang dingin namun tegas.

Baam!

Tubuh Aki Kitagawa terhuyung, lalu ambruk dengan kasar ke lantai. Pedang Jepang bergagang pendek yang digenggamnya terlepas dan jatuh dengan dentingan nyaring.

Di wajahnya yang kini tergores rasa malu dan sakit, tampak jelas bekas telapak tangan berwarna ungu gelap menghiasi pipinya.

Tanpa memberinya waktu untuk menarik napas atau bereaksi, Harvey maju selangkah dan kembali menamparnya dengan kekuatan yang sama dinginnya.

Jeritan Aki menggema ketika tubuhnya terpental dan terlempar ke sisi lain, menghantam lantai keras.

Baam!

“Katanya kamu tuan muda dari Klan Kitagawa?”

“Kamu murid Shinkage, bukan?”

“Punya jurus Tebasan Angin Puyuh, katanya?”

“Kamu seorang pria terhormat, yang lebih memilih mati daripada dihina, bukan begitu?”

Setiap pertanyaan Harvey diiringi tamparan yang mendarat tepat di wajah Aki, membuatnya mengerang kesakitan. Pipinya terus membengkak, membiru, hingga tampak seperti luka memar yang parah.

Baam!

“Jadi bagaimana kalau aku menghina kamu?”

“Berani-beraninya negara kecil di tengah lautan datang ke tanah Daxia hanya untuk unjuk kekuatan!”

“Ayahmu yang orang Amerika itu bahkan pernah berkata bahwa kamu harus tunduk ketakutan bila berhadapan dengan orang Daxia, bukan?”

“Hanya bermodal sedikit kekuatan, kamu mengira dirimu raja dunia yang tak terkalahkan?”

“Apakah kamu pantas?”

Aki Kitagawa kini menjadi sosok menyedihkan. Darah mengalir dari hidung dan mulutnya, wajahnya membengkak dan penuh luka, suaranya serak dipenuhi isak tertahan dan raungan tak berdaya.

Padahal dia adalah sosok muda jenius dari negeri kepulauan, dipuja karena keahliaannya daam ilmu sipil dan ilmu militer.

Murid langsung dari Master Pedang Shinkage. Sosok yang konon bisa menghancurkan batu besar dengan satu pukulan dan membunuh lalat di udara dengan satu tebasan.

Kepercayaan dirinya begitu tinggi. Dia merasa tak tertandingi di antara para pemuda sezamannya.

Namun kini, di hadapan Harvey, dia tak lebih dari seekor anjing yang dihajar habis-habisan. Tak berdaya. Tak mampu membalas sedikit pun.

Yang paling menyakitkan bukan hanya kekalahan itu, melainkan kenyataan bahwa Harvey sama sekali tidak menggunakan teknik bertarung legendaris.

Tidak ada jurus rumit atau ilmu tinggi. Hanya tamparan biasa. Tapi setiap tamparan itu menghantam tepat sasaran, tajam dan telak.

Itulah yang membuat Aki Kitagawa hampir tak sanggup menerimanya.

Seandainya dia dikalahkan oleh teknik bela diri hebat, mungkin harga dirinya masih bisa bertahan.

Namun ini… hanya tamparan.

Tamparan yang datang bertubi-tubi, yang tak bisa dia hindari ataupun tangkis.

“Ayo, kamu yang katanya jenius dari negeri pulau, katakan padaku,” suara Harvey terdengar dingin.

“Apa sebenarnya arti semangat Bushido?”

Selesai bicara, satu tamparan kembali mendarat di wajah Aki Kitagawa.

Semangat Bushido yang diagung-agungkan, di hadapan kekuatan mutlak, hanyalah lelucon yang tak lucu.

Di hadapan orang banyak yang menyaksikan kejadian itu dengan tatapan terbelalak, Harvey terus menghajar Aki Kitagawa, satu tamparan demi satu tamparan.

Wajah Aki membengkak hebat, kedua matanya mulai lebam, membuat kerumunan benar-benar terperangah.

Baam!

Tamparan terakhir mendarat. Tubuh Aki terhempas ke belakang dan menghantam tembok dengan keras.

Tubuhnya meluncur perlahan ke bawah, jatuh terpuruk ke lantai. Ia berguling beberapa kali sebelum akhirnya berusaha bangkit dengan susah payah.

Matanya menatap Harvey dengan amarah, menggertakkan giginya sekuat tenaga.

“Harvey York…” gumamnya dengan penuh dendam.

Namun Harvey tetap tenang. Wajahnya datar. Dia melangkah pelan ke depan dan kembali mengangkat telapak tangannya.

Belum sempat tamparan itu jatuh, Aki Kitagawa langsung menjatuhkan diri dan berlutut di hadapan Harvey.

Prajurit kebanggaan negeri kepulauan itu—bagaikan harimau yang turun dari gunung—kini sujud di hadapan lawannya.

Aki Kitagawa berlutut dengan tubuh tegak, senyum getir dan rendah hati terukir di wajahnya yang penuh luka memar.

Dia sangat ketakutan.

Bab 2442

“Tuan York, tolong beri aku kesempatan.”

Aki Kitagawa bersimpuh, memohon dengan sorot mata yang penuh pergolakan batin.

Sosok yang sebelumnya angkuh dan mendominasi itu kini berubah drastis. Ia tampil begitu rendah hati, seolah membuang seluruh harga dirinya di hadapan Harvey York.

Di sekeliling mereka, para wanita dari pulau itu sudah terlebih dahulu berlutut, membungkam mulut agar jeritan mereka tidak pecah. Ketakutan menggumpal di mata mereka.

Mereka tahu bahwa pria di hadapan mereka adalah sosok yang berada di tingkatan dewa perang, sosok yang mustahil untuk ditandingi.

Dan menyaksikan langsung Aki Kitagawa, andalan dan pilar harga diri mereka, berlutut tanpa daya… sungguh telah menghancurkan tembok terakhir dalam hati mereka.

“Beri kamu kesempatan?” Harvey menyipitkan matanya, nada suaranya tetap tenang namun menyimpan kekuatan tak terbantahkan.

“Baiklah, demi semangat Bushidomu yang patut dihargai, aku akan memberimu satu kesempatan.”

“Setiap orang potong satu tangan, lalu pergi.”

“Tentu saja, jika ada yang tidak setuju, boleh saja melawan. Tapi, saat waktu itu tiba, yang tersisa hanyalah aku dan kalian.”

Nada bicaranya datar dan tanpa emosi. Namun setiap kata yang terucap seperti palu godam yang menghantam sanubari semua orang di pulau itu. Wajah-wajah pucat bermunculan, tubuh-tubuh mulai gemetar.

“Saya beri waktu satu menit,” ucap Harvey, sebelum Yoana melangkah maju. Ia melirik arloji di pergelangan tangannya dan mulai menghitung mundur, suaranya terdengar tenang namun menekan.

“Enam puluh… lima puluh sembilan…”

Aki Kitagawa yang masih berlutut langsung bergidik. Ia bisa menahan malu dengan berlutut, bahkan merangkak keluar seperti anjing pun sanggup ia lakukan. Tapi menyerahkan salah satu tangannya? Tidak. Itu adalah harga yang tak sanggup ia bayar.

Tangannya adalah fondasi dari kejayaannya. Dengan tangan itulah ia membangun kekuasaan, menjalin kekuatan, dan memperluas pengaruhnya.

Dengan napas tercekat dan sorot mata ragu, ia perlahan-lahan merapatkan postur lututnya, menggertakkan gigi, lalu berkata dengan suara lantang meski bergetar:

“Tuan Muda York, aku tahu kamu berada di tingkat dewa perang. Kamu tak terkalahkan. Tapi… tolong, beri aku sedikit wajah!”

“Aku adalah tuan muda dari Klan Kitagawa. Aku memiliki Shinkage, kekuatan besar dari negara kepulauan, di belakangku. Aku juga memiliki hubungan baik dengan beberapa pangeran dan putri dari keluarga kerajaan.”

“Tolong… berikan aku kemurahan hati dan biarkan aku pergi. Aku akan ingat kebaikan ini seumur hidupku!”

“Tapi jika kamu menghancurkanku, kamu akan menyinggung banyak pihak yang seharusnya tidak perlu kamu singgung!”

“Tuan York, pikirkanlah dengan bijak!”

“Kami, penduduk pulau ini, selalu membalas kebaikan dengan kebaikan… dan membalas dendam dengan dendam.”

“Kamu memberiku satu bantuan hari ini, aku akan mengingatnya sampai mati.”

“Tapi jika kamu menghancurkanku… aku pun akan mengingatmu selamanya!”

“Hari ini mungkin aku tak bisa menyentuhmu… Tapi bukan berarti aku tak bisa melakukannya dalam setahun… atau sepuluh tahun ke depan!”

“Bukankah kalian orang Daxia punya pepatah? Dendam seorang lelaki terhormat tak mengenal kata terlambat…”

“Kalau kamu benar-benar memotong tanganku, percayalah, masa depanmu tak akan tenang. Dan Yoana pun akan terseret dalam kehancuran itu!”

Wajah Aki Kitagawa lebam, darah menetes dari sudut bibirnya, tapi matanya tetap menatap Harvey dengan keberanian palsu yang terbentuk dari keputusasaan.

Ia masih mencoba tawar-menawar, meski posisi dan harga dirinya telah jatuh ke titik nadir.

Ia tak sadar, atau mungkin menolak menyadari, bahwa di hadapan Harvey York, statusnya tak lebih dari debu di ujung sepatu.

Ia yakin, begitu keluar dari tempat ini, ia masih punya kekuatan, koneksi, dan sumber daya untuk menumbangkan Harvey. Ia terlalu terbiasa berada di puncak kekuasaan, terlalu lama merasa dirinya tak tersentuh.

Namun, hanya satu orang yang tahu bahwa dunia tempat Harvey berdiri adalah dunia yang tak bisa disentuh oleh kekuatan biasa: Kinoshita.

Dengan suara tertahan, nyaris tak terdengar, Kinoshita berkata, “Tuan Muda Aki Kitagawa—”

“Diam! Ini semua salahmu, dasar pecundang!” Aki Kitagawa membentak tajam.

Ia menggertakkan gigi sambil menahan rasa malu yang menggerogoti batinnya. “Guru mempercayakanmu sebagai pengawal pribadiku, tapi lihat kemampuanmu!”

Bagi Aki Kitagawa, kehinaan yang ia rasakan hari ini sepenuhnya kesalahan Kinoshita. Ia berpikir, sebagai pemuda, wajar bila ia tak bisa menandingi seorang dewa perang.

Tapi bukankah Kinoshita seharusnya melindunginya? Bukankah Kinoshita yang seharusnya menanggung semua ini?

Bahkan melawan pun tidak berani. Tidak ada nyali. Tidak ada harga diri. Tidak ada keberanian untuk mencoba menghabisi Harvey dan memberinya celah untuk melarikan diri.

“Sampah… benar-benar sampah!”


Semoga terhibur dengan cerita Novel Harvey York dan Mandy Zimmer (Ye Hao dan Zheng Man’er) Bab 2441 – 2442 gratis online.

Harvey York’s Rise to Power / The Supreme Harvey York / Kekuatan Harvey York untuk Bangkit Chapter bab 2441 – 2442.

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*