
Novel Kebangkitan Harvey York Bab 2331 – 2332 dalam bahasa Indonesia. Menyadur novel serial berbahasa China dengan judul “Menantu Agung Ye Hao“.
Harvey York’s Rise to Power Chapter / Kekuatan Harvey York untuk Bangkit Bab 2331 – 2332.
Bab 2331
Mengejutkan!
Begitu kata-kata itu terucap, kelopak mata Yoana dan Edwin seketika bergetar.
Di kota perjudian, kartu judi bukan sekadar simbol permainan. Ia adalah lambang kekuasaan, sumber daya, koneksi, bahkan segalanya yang bisa dibayangkan di dunia bawah tanah ini.
Keluarga Hamiton Macau disebut sebagai raja bukan tanpa alasan. Setiap dari keempat kamar keluarga Hamiltonmenggenggam satu lisensi judi yang menentukan nasib.
Dan kini, Harvey membuka mulutnya, menyatakan niat untuk bertaruh dengan kamar kempat keluarga Hamilton. Satu pernyataan yang cukup untuk mengguncang fondasi kekuasaan. Ia ingin mencabut akar kamar empat dari tanah perjudian!
Saat Yoana dan yang lain mulai mengkhawatirkan kewarasan Harvey, Palmer, sang penguasa tertinggi Macau, justru tak menunjukkan kemarahan. Sebaliknya, ia menanggapi dengan nada ringan, penuh selera.
“Tuan York, Tuan York… Presiden Yrk… dengan status dan kekayaan Anda yang besar, apakah Anda masih bisa menganggap lisesnsi judi sebagai sesuatu yang berharga?”
“Benda itu mungkin dianggap mistis di kasino, tapi bagi Anda, bukankah nilainya tak seberapa?”
“Justru sebaliknya,” sahut Harvey tenang.
“Lisensi perjudian itu mewakili hak bicara di dua wilayah penting di Daxia. Ini menjadi tiket masuk ke jantung Macau. Bahkan berkaitan langsung dengan perputaran dana tahunan senilai seratus miliar.”
“Kalau begitu, sangat wajar kalua aku menginginkannya!”
“Lagi pula, hanya dengan lisensiitulah Tuan Muda Keempat dari keluarga Hamilton mampu menakut-nakuti Kepala Cabang Kesembilan Keluarga Jean di Kota Modu.”
“Aku tidak akan mungkin bisa melindungi istriku kalau tidak mampu menundukkan arogansi keluarga Hamilton!”
Palmer mengulas senyum, lalu berkata, “Tuan York memang pandai berseloroh. Namun, menurut kabar yang sampai padaku, Nona Mandy Zimmer kini telah menjadi mantan istri Anda, bukan lagi istri Anda, bukan?”
Dengan wajah datar, Harvey menjawab ringan, “Selama dia masih menjadi wanitaku, apakah gelar itu penting?”
Palmer sempat tertegun. Lalu dia tertawa pelan, menyadari sesuatu. “Sepertinya aku terjebak pada status, padahal status hanyalah ilusi belaka.”
“Dengan status Anda, Tuan York, bila keluarga Hamilton hanya bisa mengandalkan lisensi judi untuk melawan Anda, maka mereka memang pantas menerima pelajaran.”
Namun Harvey tak mengubah nada bicaranya. “Apa maksud Tuan Mendoza?”
Dia tahu betul, tak mungkin memaksa Palmer menyerahkan lisensi judi secara langsung.
Tujuan kedatangannya hari ini bukan untuk meminta, tapi menyatakan sikap.
Palmer menyipitkan mata, diam sejenak. Lalu, ia bertepuk tangan, memberi isyarat kepada pelayan untuk membawakan sepoci teh hangat. Ia menuangkan sendiri secangkir, lalu menyodorkannya kepada Harvey, menyilakannya mencicipi.
Harvey menyambutnya tenang. Ia mengambil cangkir itu, menyesap perlahan. Wangi teh menguar harum, namun terasa getir di lidah.
Palmer berkata pelan, “Seperti halnya teh ini… aku yang menentukan berapa cangkir tersedia di atas nampan, juga kepada siapa cangkir itu diberikan.”
“Namun pada akhirnya, siapa yang benar-benar meminum teh itu… apa pentingnya bagiku?”
“Selama tehnya tetap ada di nampan, dan akulah yang memegang hak atasnya, itu sudah cukup.”
Harvey tersenyum samar, menangkap makna tersirat dari kata-kata Palmer.
Baginya, tak masalah siapa yang menggenggam lisensi judi di tangan. Yang penting, selama lisensi enam dolar itu tetap disebut lisensi judi, nilainya tetap utuh.
Itulah sikap Palmer.
Dan terkadang, tidak mengambil sikap pun merupakan bentuk sikap.
Palmer bangkit dari duduknya, menuangkan secangkir teh lagi untuk Harvey. Ia menepuk bahu Harvey perlahan, lalu berjalan keluar dari klub ekslusif tanpa sepatah kata pun lagi.
Yoana memandangi Harvey dalam-dalam. Ia tak berkata apa-apa, hanya mengangguk lalu pergi bersama para pengawalnya. Dalam sekejap, mereka lenyap ditelan malam.
Kini, hanya Edwin yang tersisa di ruangan luas itu. Ia melangkah pelan menghampiri Harvey, hendak membuka suara…
Bang!
Tiba-tiba, suara dentuman keras membelah keheningan. Sosok tubuh terbungkus aroma harum melayang dan jatuh tepat di depan paviliun.
Bab 2332
Sosok itu terjatuh ke lantai, napasnya memburu, wajah cantiknya memerah, dan tubuhnya terus gemetar. Ia tampak tak lagi memiliki kekuatan untuk bangkit.
Pakaiannya masih compang-camping di beberapa bagian, membuatnya terlihat begitu panik dan tak berdaya.
Harvey, yang tengah menikmati teh hangat di paviliun, menoleh ke samping. Seketika, raut wajahnya berubah drastis.
Teresa?!
Bukankah dia ke Yanjing? Bagaimana mungkin dia bisa muncul di sini?
“Saya menyarankan Anda untuk tidak ikut campur dalam urusan yang bukan milik Anda.”
Sebelum Harvey sempat berdiri, terdengar suara tawa dari luar ruangan. Tawa yang kasar dan mengandung ejekan, seperti mencerminkan niat yang tak bersahabat.
“Perempuan ini… dialah yang menarik perhatian Pangeran Hongxing, Dennis Parker…”
“Teresa!”
Dengan gerakan cepat, Harvey meletakkan cangkir tehnya, lalu melesat maju, memapah Teresa yang terhuyung. Suaranya berat dan penuh kekhawatiran.
“Apa yang terjadi padamu?”
Sembari berbicara, Harvey memeriksa denyut nadi Teresa. Tak butuh waktu lama baginya untuk menyadari ada yang tidak beres—wajahnya seketika mengeras.
Teresa bukan diracuni, melainkan dibius… menggunakan hormon wanita yang kuat. Kini tubuhnya panas membara, kesadarannya mulai kabur.
Dalam pelukan Harvey, tubuh mungil Teresa bergetar hebat. Ia sempat mencoba melawan secara naluriah, namun kemudian menyadari wajah yang memeluknya adalah seseorang yang dikenalnya.
“Harvey…”
Suara itu lirih dan terengah, napasnya berembus harum, bercampur dengan kecemasan.
“Berhenti bicara. Minumlah ini.”
Harvey dengan hati-hati mendudukkan Teresa di sofa paviliun, lalu menyodorkan sebotol air mineral ke tangannya.
“Jangan khawatir. Selama aku di sini, tak seorang pun bisa menyakitimu.”
Teresa mengangguk lemah. Ia menyesap air mineral perlahan, memejamkan mata sejenak, dan perlahan ekspresi panik yang tadi menguasai wajahnya mulai menghilang.
“Sebenarnya apa yang terjadi?” tanya Harvey lagi, kini dengan nada lebih tenang, namun penuh tekanan.
Dengan suara pelan, Teresa menjawab, “Seharusnya aku pergi kemarin. Tapi Denver tiba-tiba menelepon. Katanya saudaranya, Jax, ingin bekerja sama lagi denganku.”
“Kupikir… kali ini mereka tak akan berani macam-macam. Asal urusan selesai, aku berniat menepati janji terhadap keluarga…”
Ucapannya mengendur di akhir kalimat. Ada nada sesal dalam suaranya. Raut wajahnya mencerminkan penyesalan yang dalam, menyadari bahwa dirinya terlalu naif dan terlalu percaya.
Harvey menghela napas berat. Ia memahami betapa keras usaha Teresa untuk mengumpulkan uang secepat mungkin, namun langkah yang diambilnya kini jelas terlalu berisiko.
Namun belum sempat ia berkata lebih jauh, suara kasar kembali terdengar dari luar.
“Tak peduli siapa pun dia, suruh keluar! Tempat ini milik Pangeran Parker!”
“Jangan ganggu kesenangan Pangeran kami!”
Suara langkah kaki yang ramai dan kasar mendekat. Harvey mengenali salah satu suara itu. Teman lama, Jax Hamilton.
“Nona Thompson, mengapa kamu melarikan diri? Pangeran Parker hanya ingin membicarakan urusan bisnis, kehidupan, dan cita-cita bersama.”
“Kalau kamu kabur begitu, bukankah kami jadi terlihat seperti orang jahat?”
“Kamu sadar, kan? Pangeran Parker adalah putra mahkota Hongxing. Jika kamu bersikap tidak sopan, bukankah itu penghinaan?”
Tak lama kemudian, Jax muncul di hadapan Harvey.
Di sebelahnya, berdiri seorang pemuda dengan penampilan mencolok—berambut pendek, mengenakan pakaian olahraga bermerek Gucci, dan sebatang rokok Marlboro terselip di bibirnya.
Usianya tampak sekitar 23 atau 24 tahun, dan di bawah mata kirinya terukir tato bergambar setan, menambah kesan liar dan mengancam.
Tatapannya dingin dan kejam. Dari auranya terpancar keangkuhan seolah ia menganggap dirinya penguasa dunia.
“Jax! Apa yang kamu rencanakan sebenarnya?”
Edwin, yang sejak tadi berada di dalam, bangkit berdiri dan menghadang.
“Tempat ini sudah disewa oleh keluarga Mendoza. Kamu tak bisa seenaknya menerobos masuk hanya dengan mengandalkan nama Pangeran Parker!”
“Plak!”
Tanpa basa-basi, Jax melayangkan tamparan keras ke wajah Edwin.
“Siapa ini? Oh, ternyata Tuan Muda Edwin.”
“Kalau ayahmu yang datang, mungkin Pangeran Parker akan memberi muka.”
“Tapi kamu? Kau mempermalukan dirimu sendiri di depan Pangeran kami!”
Semoga terhibur dengan cerita Novel Harvey York dan Mandy Zimmer (Ye Hao dan Zheng Man’er) Bab 2331 – 2332 gratis online.
Harvey York’s Rise to Power / The Supreme Harvey York / Kekuatan Harvey York untuk Bangkit Chapter bab 2331 – 2332.
Leave a Reply