Kebangkitan Harvey York Bab 2329 – 2330

Novel Rise to Power The Supreme Kekuatan Harvey York untuk Bangkit Bahasa Indonesia Lengkap.webp

Novel Kebangkitan Harvey York Bab 2329 – 2330 dalam bahasa Indonesia. Menyadur novel serial berbahasa China dengan judul “Menantu Agung Ye Hao“.

Harvey York’s Rise to Power Chapter / Kekuatan Harvey York untuk Bangkit Bab 2329 – 2330.


Bab 2329

Pria berbaju putih itu tidak lain adalah Quinton Yok—sosok yang tak asing sebagai pemimpin Empat Pahlawan Keluarga York sekaligus salah satu dari empat tuan muda paling berpengaruh di Kota Hong Kong.

Wajahnya tampak tenang, bahkan nyaris tanpa raut emosi, meski mendengar pernyataan Matthew. Ia tak mengulas senyum, justru tatapannya kosong namun dalam saat ia berkata pelan, seolah menimbang, “Apakah Anda benar-benar yakin Harvey menandatangani surat perceraian itu hanya karena terdesak keadaan?”

“Aku yakin,” jawab Matthew dengan penuh percaya diri. “Melihat dari sikap Mandy, jelas Sekaran tidak akan ada secuil pun sumber daya dari Cabang Kesembilan Keluarga Jean di Kota Modu yang akan mengalir ke Harvey.”

“Begitulah akhir kisah ini, persis seperti yang kuharapkan.”

Alis Quinton sedikit berkerut. Ia terdiam cukup lama sebelum akhirnya berkata dengan suara berat, “Tuan Muda Flint, jangan anggap remeh Harvey.”

“Di Yangcheng, Keluarga York pernah menyepelekannya. Akibatnya, kami terdepak ke Hong Kong.”

“Dan terakhir kali, karena kami menganggapnya sepele, kami justru terpental seperti menendang pelat baja.”

“Jika kali ini kita berniat menyingkirkannya, maka kita harus sangat berhati-hati. Sekali lagi: berhati-hati, dan berhati-hati.”

“Jika Pangeran York kita semudah itu ditaklukkan, tak akan perlu upaya sebesar ini untuk memancingnya datang ke Hong Kong.”

Matthew tersenyum miring, nada bicaranya mengejek, “Pangeran York kita memang bukan sosok sembarangan. Dua tamparan yang pernah mendarat di wajahku jadi bukti yang tak terbantahkan.”

“Tapi bukan berarti dia tak bisa dijatuhkan. Kita berdua memang tak cukup kuat untuk menjatuhkannya, tapi kalau kia bergabung, Keluarga Hamilton di Macau, dan keluarga York di Hong Kong.”

“Aku tak percaya, dia bisa selamat dari semuanya.”

Sudah jelas, Matthew telah merancang kematian Harvey dengan begitu teliti demi membalaskan luka lama dari peristiwa Yangcheng (Guangzhou).

Bahkan jika untuk itu ia harus kembali menerima tamparan, dia tak akan gentar. Tidak akan ragu sedikit pun.

Tiba-tiba, dering ponsel memecah pembicaraan. Quinton menarik ponsel dari sakunya dan segera mengangkat. Beberapa detik kemudian, sorot matanya berubah.

“Ada apa? Sesuatu terjadi?” tanya Matthew, sedikit menyipitkan mata menatap Quinton. Jarang sekali pria itu menunjukkan perubahan emosi yang mencolok, tapi kali ini ekspresinya sangat nyata.

“Sesuatu memang baru saja terjadi,” jawab Quinton sambil menyunggingkan senyum tipis.

“Tadi, Harvey mengirim seseorang untuk mengantarkan kartu ucapan… dan kartu itu kini telah berada di tangan Palmer Mendoza—sosok paling berpengaruh di Macau.”

“Untuk apa dia mengirim kartu itu? Dan sekarang dia benar-benar mendatangi keluarga Mendoza? Apa dia tidak takut keluarga Hamilton akan mencium gelagatnya?” Matthew terlihat bingung.

“Kelihatannya ia berniat mengguncang keluarga Hamilton,” jawab Quinton tenang. “Pangeran York kita tak mungkin bertindak tanpa rencana. Kali ini, ia pasti tahu dirinya sedang dijebak, baik di Macau maupun di Hong Kong.”

“Dan sekarang, dia siap menyambut permainan ini.”

“Kalau begitu…” Matthew menyeringai.

“Karena dia akan menemui Palmer, sudah semestinya kita beri dia ‘hadiah’ yang pantas.”

“Kalau tidak, bagaimana mungkin kita pantas menyebut diri sebagai lawan sepadan bagi Pangeran York?”

* * *

Keesokan harinya, saat matahari tepat di tengah langit, di sebuah klub eksklusif yang berdiri megah di Distrik Xicheng, Macau.

Klub ini menguasai lahan yang luas, sesuatu yang sangat jarang di kawasan padat seperti ini. Meskipun tak terlihat staf di sekitar, suasananya begitu terjaga dan terkontrol.

Saat Harvey memasuki area utama klub, sudah jelas bahwa tempat ini dijaga ketat. Jika ada bahaya, tak kurang dari seratus orang bisa menyerbu dari segala arah hanya dalam sepuluh detik.

Palmer Mendoza, yang memimpin salah satu dari dua kekuatan besar di Daxia, memang pantas mendapat reputasinya. Ia tak hanya mengandalkan kekayaan, tetapi juga keberanian yang membungkus setiap tindak-tanduknya.

Harvey melangkah tenang melewati lorong hingga mencapai bagian terdalam klub. Di sana, belasan pria dan wanita telah berdiri berbaris, tangan mereka terikat rapi.

Wajah-wajah mereka menunjukkan kepasrahan, tapi juga ketabahan yang tak biasa. Hening, menunggu perintah, seperti pasukan bayangan yang hanya akan bergerak atas isyarat sang pemimpin.

Di pendopo utama, seorang pria tua sedang berdiri di depan kanvas, mengenakan jas tunik khas Tiongkok. Tangannya menggenggam kuas, menyapu permukaan kertas dengan gerakan perlahan namun mantap.

Setiap sapuan tinta membentuk lanskap alam yang terasa hidup, seolah lukisan itu hendak keluar dari kanvas dan menyatu dengan dunia nyata.

Bab 2330

Sapuan kuas Palmer tampak biasa saja di mata awam. Namun, tiga titik yang diayunkannya di atas kanvas seketika memancarkan aura agung, membangkitkan kesadaran bagi siapa pun yang menyaksikan: Palmer, sang penguasa agung kota perjudian, memiliki rancangan agung di balik ketenangannya.

Lukisan itu tampak sederhana, tetapi tak seorang pun tanpa pola batin yang matang sanggup menciptakan karya semacam itu.

Karena hanya keberanian yang lahir dari jiwa, yang mampu melahirkan gerakan seindah itu.

Saat sapuan terakhir hendak diselesaikan, ketika ujung kuas hendak menyentuh kanvas, mata Palmer menangkap sosok Harvey dari sudut pandangannya.

Hanya sekelebat pandang itu, tapi cukup untuk mengguncang ketenangannya.

Pola yang telah tertanam di benaknya, tiba-tiba terasa terguncang oleh aura yang memancar dari tubuh Harvey.

Ketika ia hendak menyelesaikan sentuhan terakhirnya, tangannya mendadak kehilangan arah. Seolah ada kekuatan yang menahannya untuk melanjutkan.

Palmer mengernyit pelan. Lalu, dalam diam yang menggantung, ia menghancurkan kuasnya dengan suara halus, “pop.” Setelah itu, ia membalikkan badan, menatap lurus ke arah Harvey.

Ia mengamati pemuda itu dengan pandangan datar, tenang namun penuh penilaian. Kemudian, ia mengulurkan tangan kanannya.

“Saya Palmer Mendoza,” ujarnya, lugas namun berwibawa.

Di belakang mereka, Yoana dan Edwin yang berdiri dengan tangan terikat, tampak sedikit terkejut. Baru kali ini mereka melihat sang kepala keluarga begitu sopan pada seorang pemuda.

Harvey pun terlihat sedikit terkejut. Ia tak menyangka pertemuan pertamanya dengan penguasa Macau akan disambut dengan keramahan sedemikian rupa.

Meski begitu, keterkejutannya hanya sesaat. Ia membalas uluran tangan Palmer dengan tenang dan berkata lembut, “Harvey York.”

“Namanya memang biasa,” ucap Palmer sambil tersenyum, “Tapi orangnya luar biasa.”

Ia menunjukkan anggukan penuh persetujuan, menandakan rasa hormat yang tulus.

“Dua hari lalu, Yoana menyebutkan tentangmu,” lanjut Palmer. “Katanya, kamu adalah sahabat Edwin, yang kini berambisi menapaki tingkatan atas keluarga Mendoza.”

“Selama dua hari itu pula, aku khawatir anakku yang kurang ajar akan bertindak gegabah. Jadi, aku menyelidikimu, Harvey York.”

“Kita memang tak punya banyak waktu, tapi apa yang telah kamu lakukan cukup membuatku terkesan.”

“Kalau tidak, aku takkan menerima kartu ucapanmu yang kukira tak berarti, teman kecil.”

Kata-kata Palmer terdengar hangat, tapi dalamnya tak bisa disangkal. Ia secara halus menunjukkan kekuatan dan pengaruh keluarga Mendoza.

Hanya dalam dua hari, Palmer bisa menggali begitu banyak tentang Harvey. Cukup untuk menyimpulkan bahwa posisi dan pengaruh Harvey tak jauh di bawahnya. Sebuah bukti betapa menakutkannya Palmer.

Edwin hanya bisa mendengus dalam hati, memilih bungkam. Baginya, apa yang diperlihatkan ayahnya saat ini hanyalah permukaan dari gunung es bernama “Pelatih Kepala.”

Yoana sendiri tampak sedikit terkejut. Tak disangkanya sang ayah akan memuji Harvey dengan cara seperti itu. Namun matanya masih menyiratkan ketidakpercayaan. Tatapannya menusuk ke arah Harvey, seolah ingin membaca sesuatu yang tersembunyi.

“Tuan Mendoza terlalu memuji. Saya bukan siapa-siapa. Tak ada hal istimewa dalam diri saya,” ucap Harvey sambil tersenyum ringan.

“Saya datang kemari tanpa basa-basi, karena saya memang membutuhkan bantuan Anda dalam sebuah perkara kecil.”

Mendengar itu, Yoana dan Edwin saling pandang. Keterkejutan tergambar jelas di wajah mereka. Mereka benar-benar tidak tahu maksud kedatangan Harvey kali ini.

Tanpa kehilangan senyum, Harvey mengeluarkan sebuah dokumen dari sakunya dan meletakkannya perlahan di atas meja.

“Ini adalah kontrak kerja sama antara keluarga Hamilton dan keluarga Jean,” katanya santai. “Menurut kesepakatan, seperenam dari saham lisesnsi kasino milik anak keempat keluarga Hamilton kini berada di tangan keluarga Jean.”

“Dan kontrak ini,” katanya sambil mengetuk kertas itu pelan, “kini ada di tangan saya. Artinya, seperenam saham itu adalah milik saya.”

“Saya hanya berharap, Tuan Mendoza bersedia memberikan sedikit bantuan… untuk memastikan bahwa saya mendapatkan lisesnsi judi itu secara langsung. Bukan begitu?”


Semoga terhibur dengan cerita Novel Harvey York dan Mandy Zimmer (Ye Hao dan Zheng Man’er) Bab 2329 – 2330 gratis online.

Harvey York’s Rise to Power / The Supreme Harvey York / Kekuatan Harvey York untuk Bangkit Chapter bab 2329 – 2330.

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*