
Novel Charlie Wade Bab 7109 – 7110 dalam bahasa Indonesia. Diterjemahkan dari novel serial berbahasa China dengan judul “Menantu Naga Tertinggi Ye Chen – Xiao Churan”. Semoga bisa menikmati kisah / ceritanya yang semakin seru.
The Amazing Son-in-Law / The Charismatic Charlie Wade (Ye Chen) Chapter Bab 7109 – 7110.
Bab 7109
Sepuluh menit kemudian, Marisha keluar dari Aula Wuliang dengan raut wajah berseri, tangannya menggenggam erat dua buah jimat keberuntungan.
Di luar aula, Claire masih berdiri terpaku. Matanya kosong, pikirannya melayang entah ke mana, hingga langkah Marisha yang mendekat membuyarkan lamunannya.
Marisha menyapanya dengan nada seolah benar-benar penasaran. “Nona Wilson? Apa yang sedang Anda pikirkan?”
Claire tersentak dari lamunannya, panik, lalu buru-buru menjawab, “Oh… tidak, tidak ada apa-apa. Apa Anda sudah selesai?”
“Sudah, tentu saja!” Marisha mengangguk antusias, lalu menunjukkan kedua jimat yang dipegangnya. “Saya sudah memintanya, ayo kita segera kembali! Boleh saya ikut di mobil Anda?”
“Baiklah.” Claire menyetujuinya tanpa pikir panjang, namun bayangan murung tetap menyelimuti wajahnya.
Pikirannya kalut, dadanya penuh sesak oleh keterkejutan, kebingungan, dan luka yang menyayat. Ia hanya ingin segera kembali ke perusahaan, lalu mengurung diri dalam diam di ruang kerjanya.
Sepanjang perjalanan, Claire menyetir dengan pikiran yang terus melayang. Untungnya, Marisha beberapa kali mengingatkannya agar focus.
Jika tidak, mungkin mobil mereka sudah membentur trotoar dan memuat banyak goresan di sepanjang jalan.
Setibanya di perusahaan, Claire langsung melangkah cepat ke kantor. Tak lama kemudian, seorang staf administrasi menghampirinya, bertanya hati-hati, “Nona Wilson, pukul berapa kita ada rapat hari ini?”
Claire mengangkat tangannya, memberi isyarat untuk tidak diganggu, lalu menjawab lirih, “Anda saja yang pimpin rapat hari ini. Saya tidak akan ikut. Saya sedang tidak enak badan.”
“Kalau ada hal penting, Anda bisa ambil keputusan sendiri. Kalau memang tidak bisa diputuskan, tunda dulu. Tapi tolong… jangan ganggu saya sementara waktu.”
Melihat Claire tampak dalam suasana hati yang kelabu, staf administrasi itu segera mengangguk dan berkata sopan, “Kalau begitu, silakan istirahat dulu, Nona Wilson.”
“Saya akan informasikan ke semuanya agar tidak berisik hari ini. Jika Anda membutuhkan sesuatu, hubungi saya lewat WeChat, kapan pun.”
Claire mengangguk pelan. Gadis administrasi itu memang pengertian. Ia pun berkata tulus, “Terima kasih atas kerja kerasmu.”
Lalu, tanpa menoleh lagi, Claire masuk ke ruangannya dan mengunci pintu dari dalam.
Begitu kunci berputar, air matanya langsung tumpah.
Cahaya matanya yang biasanya bersinar bagaikan kristal kini digantikan oleh linangan air mata sebesar butiran kacang yang perlahan mengalir membentuk jejak di pipinya.
Ada rasa perih yang mencengkeram hatinya begitu kuat, seperti diremas oleh tangan raksasa tak kasatmata. Dada Claire sesak, sakit, dan berdenyut-denyut.
Seluruh kekuatannya seolah menguap. Kakinya tak lagi sanggup menopang tubuh, hingga ia perlahan terjatuh ke lantai, bersandar di balik pintu, menangis pilu dalam keheningan.
Bayangan lelucon yang pernah diucapkan Charlie kembali melintas dalam benaknya.
Dulu, lelaki itu pernah bertanya, “Kalau suatu hari kamu tahu aku menipumu, dan ternyata aku sebenarnya pria kaya raya, apa yang akan kamu lakukan?”
Waktu itu, Claire menjawab tanpa ragu, bahwa dia pasti akan meninggalkannya.
Ia pikir itu hanya candaan, gurauan biasa dari suaminya. Tapi sekarang ia sadar, mungkin saat Charlie mengucapkan itu, ia sedang membuka secuil isi hatinya yang terdalam.
Sebenarnya… Claire tidak pernah ingin meninggalkannya.
Selama bertahun-tahun hidup bersama, Claire benar-benar merasakan kasih sayang dan perhatian yang tulus darinya.
Pernah ada momen dalam hidupnya di mana ia ragu—ia sempat mempertimbangkan kata-kata ibunya untuk segera memiliki anak bersama Charlie, membangun keluarga kecil yang hangat, berisi tiga atau empat orang.
Namun kini, kenyataan yang ia hadapi jauh lebih rumit.
Bukan hanya soal kebohongan Charlie, tapi juga ancaman mematikan dari musuh masa lalu lelaki itu—orang yang telah merenggut nyawa orang tuanya, dan dendam yang kini harus dibalaskan, meski harus mengorbankan segalanya.
Apa lagi yang bisa ia lakukan selain pergi?
Cinta saja tidak cukup. Sekalipun ia sangat mencintainya, Claire sadar bahwa ia tidak boleh menjadi penghalang.
Terlebih ini menyangkut hidup dan mati. Apa pun risikonya, Claire tahu ia harus memberi ruang agar Charlie bisa bertarung tanpa beban.
Namun… bagaimana dengan masa depan?
Bab 7110
Jika ia benar-benar meninggalkannya, mungkinkah takdir memberi mereka kesempatan kedua untuk bertemu kembali?
Tangisannya semakin membuncah. Dengan suara tersendat, ia berbisik, “Charlie… jika kita tak pernah lagi bertemu setelah ini, itu tak masalah… tapi tolong, kamu harus tetap hidup!”
“Kumohon, selesaikan dendammu, dan kembalilah ke dunia ini sebagai pewaris keluarga Wade…”
“Pada saat itu, tak penting lagi apakah kamu masih menyimpan namaku, seorang Claire Wilson yang tak menonjol, di hatimu. Kamu sudah terlalu banyak menderita karena keluarga kami…”
“Aku akan mengerti jika kamu tak ingin menatapku lagi. Tapi, Charlie… bertahanlah, demi Tuhan, bertahanlah…”
Seharian penuh Claire mengurung diri di kantor. Ia tak menyentuh makanan, tak menyentuh air.
Ia hanya duduk sendirian, membiarkan pikirannya tenggelam dalam pusaran kenangan—dari awal perkenalan dengan Charlie, hari pernikahan mereka, hingga hari ini yang pahit.
Entah sudah berapa kali ia menangis. Kelopak matanya kini sembab, memerah, dan terasa perih.
* * *
Menjelang malam, saat semua karyawan telah pulang, Marisha mengetuk pintu ruangannya. Dengan suara pelan, ia bertanya, “Nona Wilson, Anda belum pulang?”
“Saya akan segera pulang. Kamu duluan saja. Masih ada orang lain di luar?” jawab Claire tanpa menoleh.
“Tidak. Hanya saya yang masih di sini.”
Claire menarik napas lega. “Kalau begitu, kamu pulang dulu, Marisha. Aku menyusul sebentar lagi.”
“Baik, Nona Wilson. Sampai besok.”
Setelah Marisha pergi, Claire menunggu sekitar sepuluh menit sebelum akhirnya keluar dari ruangan. Tubuhnya terasa lelah, seolah seluruh tenaga telah menguap.
Matanya menatap kosong ke arah ruang kantor yang luas dan rapi. Ada rasa berat di dalam dada.
Kepergiannya dari Charlie dan identitas baru yang harus ia sembunyikan tak ubahnya menghapus jejaknya dari dunia.
Perusahaan desain miliknya pun akan ditutup. Masih banyak proyek yang belum rampung.
Dalam waktu sebulan ke depan, ia harus berpacu menyelesaikan sebanyak mungkin. Untuk sisanya, ia akan mengatur pengembalian dana dan kompensasi yang layak sebelum menghilang.
Itu berarti, seluruh keuntungan yang telah diraih selama ini mungkin akan lenyap. Tapi bagi Claire, uang bukanlah segalanya.
Ia menyetir seorang diri menuju Vila Elite Thompson. Begitu tiba, rumah megah senilai hampir 200 juta yuan itu menyambutnya dalam keheningan yang dingin.
Di halaman, Rolls-Royce Cullinan milik ayahnya, Jacob, terparkir seperti biasa.
Dulu, Claire selalu percaya bahwa semua kemewahan ini berasal dari jerih payah Charlie membaca Feng Shui.
Namun sekarang ia tahu, di balik semua itu ada rahasia besar yang selama ini tersembunyi darinya.
Ia turun dari mobil, membuka pintu seperti orang yang kehilangan arah, lalu melangkah masuk.
Jacob dan Elaine tengah duduk di sofa. Televisi menyala, tapi mata mereka terpaku pada layar ponsel, membahas tentang Maladewa dengan semangat menggebu.
Melihat Claire datang, Elaine langsung berseru, “Claire! Aku lihat orang-orang suka sekali snorkeling di Maladewa. Besok aku mau ajak ayahmu beli satu set peralatan snorkeling. Kamu mau ikut?”
Claire menggeleng. “Kalian saja yang pergi. Aku tidak tertarik. Aku cuma ingin istirahat beberapa hari. Liburan kali ini… aku cuma ingin menenangkan diri.”
Elaine tertawa kecil. “Kamu dan Charlie terlalu sibuk. Liburan seperti ini jarang datang, jadi kamu harus benar-benar menikmatinya.”
“Berbeda dengan kami. Kami tak punya kegiatan penting setiap hari. Tenagaku malah tak tahu harus disalurkan ke mana.”
“Selama di Maladewa, aku mau snorkeling, mengejar lumba-lumba, dan memancing di laut. Katanya, kalau beruntung, kita bisa lihat paus Bryde!”
Claire mengangguk, tapi tidak ikut duduk bersama mereka. Ia hanya berkata pelan, “Ayah, Ibu, kalian pelajari saja sendiri. Aku lelah… mau istirahat di atas.”
Elaine hanya menanggapi santai. Ia lalu berpaling ke Jacob dan berkata, “Pulau yang kita pilih memang terbaik di Maladewa. Tapi sayangnya, kali ini kita tidak naik jet pribadi…”
Claire yang sudah menaiki tangga tiba-tiba menghela napas dalam hati. Perkataan ibunya membuatnya geram.
Ibu selalu seperti itu—terlalu tinggi hati, terlalu berani.
Kartu bank Charlie berisi puluhan miliar yuan saja bisa dengan santainya ia transfer. Apa dia tak sadar bahwa sikap seperti itu mempermalukan anaknya sendiri?
Demikian kisah/cerita dari Novel Charlie Wade Bab 7109 – 7110 gratis online. Semoga terhibur.
The Charismatic Charlie Wade / The Amazing Son-in-Law Chapter bab Novel Charlie Wade Bab 7109 – 7110.
Rabu 4 juni 2025 tetap menunggu update bab selanjutnya. Tetap semangat penulis.!